Jumat, 24 Oktober 2014

How can it ?

Hobbi Angel baru-baru ini. menanam beberapa jenis tanaman air ... dia kelihatan benar-benar penasaran . dan hari ini dia bertanya kepada saya. " how fast its grow and how fast its die? " .. dan saya bilang " so fast its grow and so fast its die "


Minggu, 12 Oktober 2014

Prolog



Prolog
Perjalan. Aku anggap ini tahap baru lagi, satu tingkat lebih lagi, menapaki satu anak tangga lagi, dan yang tak pernah terlewat... adaptasi lagi. Satu hal yang paling sering mengunjungi, datang, dan hadir tanpa ditahu apa, mengapa, dan bagaimana.
Pertama kalinya, aku merasakan bangga yang menyelumuti semua kerja kerasku, membuka lebar jalan berkerikil yang terpaksa aku lalui untuk sampai disini. Tidak seperti mereka, usahaku bahkan melewati tafsir-tafsiran serta duga-dugaan yang awalnya aku pegang. Perjalan ini berjalan lagi, menapaki lagi, berputar perlahan. Pelan namun pasti.
“ Gini lho!... masa orientasi itu bukan neraka, tapi ladang berkah buat orang-orang berkadar intervert kaya kita-kita ini”.
Aku mengerut, memalingkan lamunanku dari tumpukan kertas warna yang sedari tadi kami kutati. Memandang kedua temanku yang untuk kesedikian detik ini beradu argumen, aku tidak tahu apa tepatnya yang mereka perdebatkan, dan apa yang mereka inginkan dari itu.
“ Intervert? Intervert?.. Oouuh!, yang ada di buku “Who Am I?” itu ya?”.
“ Aduh ngak usah diperjelas bisa kali!”.
“ Hah? Perjelas? Emang tadi gue memperjelas ya?”.
Dalam diam aku mengulum senyum, terpaku. Dua bayangan nyata yang tadi aku lihat bertransformasi menjadi kabut. Dua senyum khas itu serta merta ikut pergi, membuatku menyadari aku disini sendiri, mempersiapakan segalanya sendirian. Dua bayang tadi hanya ilusi atau mungkin lebih tepatnya imajinasi.
“ Banyak orang yang ngak bisa dewasa karena dia takut sendiri, padahal salah satu syarat mutlak dewasa itu ya mandiri, semuanya dilakukan secara sendiri...” .
Tiba-tiba dari balik pintu sosok Ibuku muncul, menutup sebagian pintu kecil itu. Aku mengerut lagi, mencoba mengerti maksud yang ingin ibuku sampaikan.
“ Tau ngak?.. sebenernya kita itu ngak sendiri lho, kita punya dua penjaga mutlak yang Tuhan berikan”.
Aku mulai mengerti arah pembicaraan ini, kembali lagi pada masa SD-ku dulu ketika ibu gemar sekali menceritakan masa kecilnya beserta dongeng wajib yang selalu ia banggakan, kisah-kisah para malaikat, yang aku tahu aku juga ikut arusnya, aku juga menyukainya.
Ibuku membelai kepalaku pelan “ otak...” .tangannya beralih ke bawah “... dan hati”. Aku termanggu, ternyata dugaan awalku tentang kebiasaan masa SD-ku itu salah telak. Aku tergelak, semakin intens memandangi Ibuku.
“ Kamu pahamkan maksud ibu”.
Aku menggeleng. Ibuku tersenyum lembut “ Ibu tidak bisa mengatakan bagaimana, tetapi suatu saat nanti kamu akan merasakannya, ketika dua penjagamu benar-benar menjagamu. Otakmu akan membawamu menuju ketempat yang kamu inginkan dan hatimu akan memandumu kepada hal yang benar.”.
Aku tersenyum gamang. Aku tidak tau apa dan bagaimana, seakan ada cctv yang selalu merekamku, disetiap gerakku, dan aktivitasku. Dan monitor besar itu seakan-akan tersembunyi didalam mata Ibuku. Aku menatap Ibuku lagi, mungkin ini yang sering kali mereka katakan, bahwa terkadang tidak ada hal yang tidak dapat kamu sembunyikan, semuanya seakan hanya terbias kaca bening, transparan. Dan aku yakin, Ibuku tahu pasti pergolakan yang saat ini aku alami.
“ Aku cuman malas beradatasi lagi, aku sudah nyaman dengan situasi sekarang”.
“ Kenapa begitu?”.
“ Aku tidak mau pura-pura jadi orang lain ketika bersama mereka nanti, aku tidak ingin membaur dan menyamakan diri dengan mereka,...”.
“ Kalau begitu jangan...”.
“ Dan itu akan membuatku nyaris tidak akan berbicara pada siapapun nantinya”.
“ Maksudmu?”. Kini ganti kening ibuku yang berkerut.
“ Ibukan tahu. Aku ini tertutup dan seperti biasanya saja, orang-orang seperti aku ini akan dianggap angin lalu. Apa enaknya berteman dengan si pendiam. Tidak seru, kurang rame, kaya ngomong sama patung” Aku rasa, nada suaraku mulai meninggi dan bergumul dengan dumelan-dumelan kecil dari bibirku.
Ibuku tersenyum “ Apa kamu mau terus seperti ini setiap memasuki awal baru?. Apa kamu akan terus seperti ini?”.
“ Ya enggaklah bu, tapi aku memang sulit berbaur”.
“ Yasudahlah, itu bukan hal buruk, kok. Jadi diri sendiri itu lebih nyaman, lho...”.
Aku meretas maksud yang ingin ibuku sampaikan, makna yang tersembunyikan. Nasehat ini memang terdengar standar, jadilah dirimu sendiri, dimanapun, kapanpu, dan dengan siapapun.
Pergolakan batin yang aku alami ketika awal-awal masa kampus. Sensitifitas berlebihan yang aku rasakan. Dugaan konyol yang aku jadikan panduan, tanpa tahu arahku sudah berpaling 180 derajat jauhnya dari tujuanku, dari mauku. Saat ini, aku membuktikan apapun itu pasti akan meliki tempat. Pendiam dan ceria selalu punya jalan untuk saling menemukan.

Sabtu, 11 Oktober 2014

Remember When I



REMEMBER WHEN 1 (Housemates8th

“ Cha, kamu harus milih.. mama atau papah?”
......
..................
Hanya ada dua hal yang mampu membuat seseorang merasa berada dititik paling rendah, atau merasa seakan-akan memilki masalah yang paling berat sepanjang hidupnya. Dua hal itu adalah Kehilangan dan Penolakkan.
Dan ketika dua hal itu datang dalam waktu yang bersamaan, akan ada fase dimana seseorang terus mengumpulkan memorinya, mencari sesuatu yang ia pikir hilang, terus dan terus memutar semua memorinya, hingga akhirnya ia sampai pada kejenuhan, kejenuhan tentang semua gambaran yang ada dimemorinya, karena ketika kehilangan dan penolakan datang setiap memori yang muncul hanyalah disaat masa-masa sulit, masa-masa kesedihan, dan masa-masa kecewa boleh dikatakan masa yang tidak menyenangkan. Dan ketika seseorang itu tidak dapat menahan semua tekanan yang ada didalam pikirannya, ia lelah, dan menginginkan semua itu hilang, dan ketika ia mengsugesti dirinya untuk menghilangkan semua pikirannya, mungkin saja sebagian memori penting akan hilang.
Mana ada wanita, atau lebih umunnya saja manusia yang masih bisa menunggu selama belasan tahun, untuk hal yang ia sendiri tak bisa pastikan, semua itu hanya terjadi di film-film bualan. Tidak ada yang saling menguatkan satu sama lain jika tidak sedang berada dalam sebuah ikatan, entah itu keluarga ataupun teman. Tidak ada yang bisa saling mengisi dan tidak memperdulikan apa yang telah menjadi masa lalunya.  Semua hal itu tidak ada, tapi tidak dengan dunia Aruna.
Dunianya sudah terbentuk seperti itu, walaupun ia bisa memilih bagaimana ia akan menjalaninya, tetap saja hasilnya akan sama. Tetap seperti ini... .
17 tahun lebih tak menghilangkan semua memorinya tentang tempat ini. Tempat dimana ia menyiapkan sejuta mimpi, membayangkannya setiap hari, dan pada akhirnya menyimpannya.
Telah tapak tak membuatnya berhenti menyusuri setiap sudut, seraya bernostalgia tentang hal-hal yang terjadi di masa lalu. Ditempat ini semuanya dimulai, dan ditempat ini pula semua diakhiri.
Pernah punya moment yang paling menyedihkan sepanjang hidup? Jadi ketika kamu kembali bertemu dengan moment itu, kamu akan merasakan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang setiap kali ingin diucapkan diawali dengan kata “seandainya”.
“ Hoi, Aruna!!”
Aruna terperanjat, menerawang seseorang yang berjarak sekitar lima meter darinya. “ Reina?”.
Orang itu tersenyum tipis dan berlari menghampirinya, Aruna terdiam masih nampak raut keterkejutan diwajahnya.
Dan ternyata benar, kamu akan teringat semua kejadian itu jika satu bagiannya saja kamu ingat. Dan juga, banyak hal yang ingin kamu lupakan akan sia-sia jika salah satu pemicu untuk mengingat hadir dihadapanmu.
.....
“ Tempat ini ngak banyak berubah, kan?”
Aruna menoleh, kemudian mengedarkan pandangan, menyapu setiap hal yang bisa ia lihat. kemudian Ia mengangguk “ Iya..” ujarnya singkat.
“ Sudah sekian tahun... kapan lo balik kesini?”
“ sekitar setahun yang lalu, tapi gue masih bolak-balik Aussie...”
“ Dan lo baru kesini!!, ya ampun Run, lo ngak kangen ya sama gue”
“ Seandainya gue tau lo ada disini, mungkin dua hari setelah tiba langsung gue samperin...”
“ Ck, bisa aja ngeles, dari dulu lo itu emang paling pinter ngeles!”
“ Haha.. kalo ngak pinter ngeles, ngak mungkin lo jadi temen gue”
“ CK.. huu!!”
“ Ehh, Run, sekarang lo tinggal dimana?, ya maksud gue selain rumah orang tua lo...”
“ Kenapa? Mau mampir lu, jangan ngajak pasukan ya...”
“ Hehe, gue bawa entar se-alumni”
“ Yee.., ngak gue kasih tau ahh”
“ Ya elah Cun... udah tua masih aja pelit lo”
“ hahahaa.. enak aja tua, sekarang gue tinggal di apartemen, ngak mungkin bisa nampung anak-anak se-alumni dong!, kalau lo, sekarang dimana?”
“ Masih yang dulu, rumah nyokap-bokap. Mereka hijrah ke Jogja, 10 tahunan yang lalu.. jadi gue deh yang nempatin”
“ Oohh, i see. By the way, tentang pasukan Iren sama Rea gimana?”
“ Iren hijrah ke singapur sama suaminya lima tahun yang lalu terus dia ada bikin butik gitu disana, kalau Rea sekarang dia jadi Jaksa di Jakarta Selatan...”
“ Ohh, waah ngak nyangka gue, kalian semua bakal ada gunanya...”
“ Enak aja lo!. Nah elu sendiri, sekarang gimana?”
“ Hehe, gue masih nyusun proyek...”
“ Halah... udah tahun berapa nih, masih nyusun aja...”
“ Yaah, lo kan tau, gue agak telat, jadi ya mohon dimaklumi...”
“ Emmh!, Oh  iya gimana anak lo?”
Seketika raut wajah Aruna berubah, Reina menyadarinya dan ikut terdiam “ Gue tau, lo kembali buat anak itu, kan?”
“ Lo udah ketemu Aress?
“ Iya.. dia orang pertama yang gue temui..”
“ Haahh... Aress emang paling bisa... ckckckc bahkan seorang sahabat jadi ngak bermakna kalo dibandingin sama Aress”
Aruna terkekeh, suasana hatinya sebenarnya sedang tidak mendukung, namun berkat candaan yang sebenarnya tidak sama sekali lucu bahkan lebih pastas dikatakan kejam.
“ Yee.. ketawa!, terus gimana udah ketemu sama Acha?”
Aruna menyernyit “ Lu tahu nama anak gue?... dahsyat! Segitu perhatiannya”
“ Ya iyalah gue tau, Aress yang ngasih tau.. setelah lo pergi dia nyamperin gue, katanya dia nyesel udah ngelepasin lo pergi, dia mau nyari elo. Tapi bokap sama nyokap lo ngak ngasih tau dimana keberadaan lo...”
“ dan terakhir gue denger dia nikah..., lo tahu itu?”
“ Iya..  gue tahu” Aruna mengangguk mantap, meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia sebaik saat pertama kali tahu Aress telah menikah. “ Dan gue juga tahu bahwa isterinya meninggal... “
“ Kayanya lo tau semua... gue ngak usah cerita lagi deh.. “
“ Gue cuman berusaha cari tahu apa yang gue pengen tahu..”
“ Kenapa gue marah ya saat lo bilang gitu?”
Aruna menatap Reina, suasana hati yang tidak nyaman membuatnya mengungkapkan semua hal yang selama ini hanya ia simpan. “ Emm, Sorry. Gue ngak bisa dateng ke pesta pernikahan lo.. gue, waktu itu...” tak bisa meneruskannya lagi.
“ Lo pikir gue marah karena itu?. Run, lu udah cukup dewasa untuk tahu gimana perasaan lo sendiri kan, mungkin selama ini lo selalu dipaksa untuk memahami hal lain, tanpa memahami gimana perasaan lo sendiri. Tapi lo ngak bisa disana selamanya, waktu itu udah pergi.. lo adalah lo yang sekarang.”
Air itu tiba-tiba menetes, mengalir di permukaan pipinya, tanpa terasa. “ I tried...”. Hembusan nafasnya terdengar sangat berat.
“Emmh, mungkin lo udah tahu ini juga,.. lo tahu alasan kenapa Aress nikah?”
“ Karena Aress cinta sama cewek itu, apa lagi?”
“ Karena dia butuh figur ibu buat anaknya, just it... . Lo pasti mikir, gue tau dari mana, atau mungkin itu cuman karangan gue aja, tapi enggak Run, gue bisa pastikan ini. Malam sebelum dia nikah, dia dateng ke rumah gue sambil bawa Acha digendongannya,....”
Aruna tersentak, air matanya mengalir semakin deras, entah kenapa mendengar Aress menggendong Acha membuatnya semakin merasa bersalah, ibu macam apa dirinya ini.
“ Dia masih nyariin lo, katanya kalau suatu hari nanti lo nelpon, dia mau titip pesan kalau Acha baik-baik aja dan lo harus kejar semua mimpi lo... lima tahun, Run. Lima tahun setelah kepergian lo, dan Aress masih nyariin lo, bahkan dimalam dimana ia mau nikah... .”
Tangis Aruna semakin pecah, kenapa pertemuan pertama dengan sahabat lamanya ini membuat bekas luka itu terasa sakit lagi. Dan perasaan bersalah kembali merasukinya.
“ Run, dengerin gue... gue ngak mau lo nunda-nunda lagi. Kalau lo ngak mau ngelepasin dia, jangan dilepasin!, dan gue rasa Aress masih nungguin lo..”
“ Gue terlambat Rei... terlambat!”
..........................
Lantunan lagu berdentum mengisi kamar Acha, buku pelajaran berserakan entah kemana. Hari ini, ceritanya Zeva, Ritha, dan Vella akan menginap untuk kerja kelompok bersama di rumahnya. Tapi, nyatanya, mereka berempat hanya terduduk diam di depan jendela Acha, sambil memandangi bintang-bintang.
“ Bagus yaa?”
“ Iya.., Cha, nyokap lo kemana?”
“ Minggu ini gantian papah yang dirumah...”
“ Yaahh, padahal gue sukanya nyokap lo yang dirumah...”
Acha menatap Zeva bingung “ Kenapa?”, Zeva gantian menatapnya sambil nyengir tiga jari. “ Huu! Dasar lu. Lu suka nyokap gue karena kalau kalian dateng dia suka bikinin stroberi cheese cake kan!, dasar ngak modal, sukanya yang gratisan”
“ Lhaa, siapa sih cha yang ngak suka sama barang gratis...”
“ Hahaa.. Pinter lo yee!”
“ Iya dong..-
“ Cha, lu ngak pusing, liat bokap-nyokap lu bolak balik gitu?” Kali ini Vella yang duduk disebelah kirinya  ikut bersuara.
“ Ya gimana, itu udah jadi keputusan mereka.”
“ Lu ngak pernah protes atau apa gitu, atau kenapa ngak lo suruh kawin lagi aja, Cha?” imbuh Zeva.
“ Sedeng lu yaa!.. lu ngak tau sih gimana masa lalu nyokap-bokap gue. Gue ngak bisa maksain gimana mereka semau gue, karena dulu kehadiran gue udah cukup sulit buat mereka, saat menyadari itu... gue ngak bisa maksa-maksa apapun ke mereka”
“ Tapi kan mereka sekarang kaya gini juga alasannya kan karena elo, kalau menurut gue nyokap-bokap lo sebenarnya masih pengen sama-sama, tapi.. emm maaf ya Cha.. mereka terbentur ingatan masa lalu”
Acha menoyor jidat Zeva “ Sok tahu lo!... tapi mungkin lu bener juga sih. Gue khawatir sama nyokap, setiap liat nyokap gue selalu kepikiran dulu saat dia seumuran gue dia udah nanggung beban yang berat banget... ngak terkecuali bokap, mereka selalu disalahkan karena punya gue, seakan-akan gue wabah penyakit yang mereka tularkan...”
“ Acha! lo apaan sih?! Jangan ngomong gitu deh”
“ Ya lo pikir aja deh Ze, nyokap-bokap gue waktu itu masih 17 tahun... “
“ Oleh karena itu, mulai sekarang lo harus mengubah pemikiran lo, ingat pengorbanan mereka buat lo, ingat ketika betapa sulitnya nyokap lo mempertahankan lo... betapa bahagianya mereka ketika elo ada, mereka butuh lo dan lo harus bangga sama keputusan mereka saat itu!..”
“ Itu makanya, karena semua pengorbanan mereka, sekarang gua ngak mau mempersulit mereka dengan tindakan-tindakan childish, like nyuruh mereka married”
“ Menurut gue, mereka masih ada rasa.. masa lo ngak bisa ngerasain sih, Cha?... dan justru sekarang ini dimana peranan lo bisa besar banget.”
“ Lo ngomong apaan sih Ze?, ngawur!”
Tring~
Handphone Acha berbunyi sepintas, ada pesan yang baru saja masuk. “ Hoh?” Acha bingung ketika membaca nama kontak yang mengiriminya pesan.
“ Cha, jalan yu?”
Baru saja Acha akan membalas pesan itu, pesan lainnya muncul, dan ketika Acha membaca pengirimnya “ HAH?!” ia terkejut setengah mati.
“ MANA LU?!! Gue udah DUA JAM nunggu nih!!”
“ Astaga iya gue lupa!!, guekan janji mau nganterin proposal pensi ke rumahnya si gondrong... aduh mati!!, kalian tunggu sini dulu ya, gue mau ke rumah Ray dulu”
“ Ngak perlu kita temenin nih, Cha?” sahut Zeva
“ Ngak usah, rumahnya deket!” Acha memasang cardigan kemudian ngebut kerumah Ray.
Zeva, Ritha, dan Vella yang ikut membaca pesan pribadi Acha itu, menatap kepergiannya bersamaan. “ Bener aja dia ngak mau ngurusin masalah percintaan emak bapaknya, percintaan dia sendiri aja udah runyem gitu” ujar Zeva disertai anggukan Vella dan Ritha.
“ Gue baru tau, rumah Ray deket sini” sambung Ritha.
............
Bila kita harus berpisah, sudah
Biarkan semua ini berakhir, sudah
Cinta memang tak harus miliki.
“ Hey, udah lama?”
“ Lumayan sih...”
“ Gimana??”
“ Gue masih bingung, gimana ngejelasinnya...”
“ Bingung apa lagi sih?, kan tinggal ngomong. Gue yakin dia ngerti”
“ Lu maukan bantuin gue jelasih ke dia tentang pertunangan ini...”
“ Pasti lah. Gue pasti bantuin lo...”
“ Thanks yaa...”
“ Iya, emm.. ada lagi? Sorry banget hari ini gue ada kelas, mahasiswa gue bakal protes kalau gue telat lagi...”
“ Ohh, enggak kok... ya udah lo pergi aja, sorry ya ganggu...”
“ Iya... sorry ya, bye..”
Ketika tubuh itu berbalik, dan hanya menampakkan punggu yang tergesa-gesa, bersamaan dengannya air mata wanita itu tumpah, mengairi permukaan pipinya. Ia peluk erat dokumen-dokumen ditangannya. Seakan mencoba menyalurkan segala rasa yang saat ini ia rasakan.
Sorry, Ress... gue ngak bisa pura-pura tegar untuk sesuatu yang menyakitkan... mungkin gue butuh waktu..., dan selamat untuk pertunangan lo... .
.............................
“ Cha, nanti yang jemput papah ya, mama hari ini ada kelas... .”
“ Oh, iyaa..”
“ Byee... .”
“ Byee..., huwaaa!!”
Acha menjerit ketika mendapati Reno sudah berdiri tepat di hadapannya dengan tatapan yang tertuju pada mobil yang tadi mengantarnya.
“ Ngagetin aja sih lo!!, ngak ada kerjaan banget!”
“ Itu siapa, Cha?”
“ Siapa??” Acha mengikuti arah mata Reno.
“ Tadi cewek yang nganterin lo.”
“ Oohh, nyokap gue.. kenapa??”
Reno yang tadinya masih menatap mobil Acha, berpaling begitu cepat menghadap Acha “ Tadi? Cewek?....... Nyokap Lo?!!” Reno tak percaya.
“ Iye! Itu nyokap gue, ibu kandung, ibu biologis gue... kenapa emang?!”
“ Kok beda jauh cha sama lo....”
“ Maksud lo?!!”
“ Eh, haha... itu, nyokap lo cantik banget, gue kira tadi kakak lo”
“ Kakak mata lu bolor! Ngeselin banget sih ni anak, heran pagi-pagi udah ketemu genggong sarap, nyebelin!”. Batin Acha. “ Eh, lu ngapain ngikutin gue.. kelas lu kan disono!” tunjuk Acha pada salah satu ruang kelas yang berlainan arah.
“ Oh iya.. hahaa”
“ Jangan bilang sekarang lu ikutan naksir gue...”
“ Idih! Pede banget lu!... lu bukan tipe gue cha, tipe gue itu kaya nyokap lo tadi.. lagian lu itu kan punya temen gue, iya ngak?”
Reno merangkul Acha seraya tersenyum manis, Acha ikut tersenyum manis seraya melepaskan rangkulan Reno, dan entah kenapa justru melepaskan sebelah sepatunya, Reno mulai merasakan aura buruk dari tingkah Acha, ia berlari dengan cepat ketika Acha mengangkat sepatunya keudara dan melemparkannya pada Reno yang tengah berlari menghindar.
Acha mendobrak mejanya, ketika baru saja memasuki kelas, Zeva yang tengah asyik memoles kuku Ritha dengan kutex, menatapnya bingung, kemudian mendelik ngeri.
“ Napa sih Cha?”
Acha tidak menjawab, ia justru menengok kebelakang, berdiri, menghampiri seseorang yang sedang sibuk membaca sesuatu.
“ Heh! Kasih tau tuh sama genggong- genggong lo itu, jangan suka ngusilin gue!! Pagi-pagi udah bikin perkara aja!”
“ Pagi-pagi udah ribut aja lo..”
“ Apa?! Yang ngajak ribut duluan itu genggong lo, dia gangguin gue mulu!”
“ Lha terus? Napa lu protes sama gue? Dan juga, gue ngak kenal sama orang yang dari tadi lo panggil genggong- genggong itu?”
“ Lo tu ya! Ngajak ribut mulu”
“ Lu yang ngajak ribut duluan, kenapa sih lu? PMS, ya?”
“ CK, Lo ngak bisa ngalah dikit yaa, cowok apaan lo ngak bisa ngalah sama cewek!!...”
“ Kalo cewek model kaya lu, siapa juga ngak mau ngalah. Udah deh daripada lu bawel, mending lu baca buku, hari ini test matek aljabar, lu ngak suka kan sama pelajaran itu, jadi daripada lu buang tenaga buat ngoceh, mending lu belajar..”
Acha mendelik kesal kearah laki-laki yang sedari tadi berdebat dengannya ini, bahkan ketika berdebat dengan Acha laki-laki ini tak sekali pun menatapnya, ia hanya terfokus pada buku yang sedang ia baca.
Dan Acha sadar sejak saat itu, ia tak pernah lagi menatapnya, bahkan berbicara hanya seperlunya
“ Achaaaa....”
Acha menoleh ketika mendengar namanya dipanggil, Titan menyembul dari balik pintu kelas, dan menatapnya dengan senyum yang merekah. Acha bergegas menuju ke arahnya dengan senyum yang tak kalah.
“ Kamu....-
Hanya kata itu yang dapat Ray tangkap dari dua orang itu, sebelum mereka pergi pastinya. Ada banyak pertanyaan yang saat ini Ray pikirkan, misalnya saja apa yang mereka lakukan?, atau mereka mau ngapain ya?, atau Ahh ngapain sih mereka?. pertanyaan yang sebenarnya sama.
“ Bodo deh....”
................
“ Oh iya cha, tadi malem kamu tidur cepet ya?”
“ Eng.. enggak, emang kenapa?”
“ Itu sms aku kok ngak dibales, aku pikir kamu udah tidur..”
Acha baru teringat, ia mendapat pesan dari Titan tadi malam, sebelum ia pergi ke rumah Ray.. Aahhh! Kok bisa lupa!!”
“ Oh itu.. em, kan kamu tau tadi malem aku kerja kelompok ama Zeva, Ritha and Vellaaa.. jadi aku ngak denger ada sms masuk...”
“ Oohh.... ya udah deh”
Acha menggigit bibir bawahnya, ia menunduk resah karena telah berbohong .. Sorry, Tan...” .
.................................
-Be continued

Thank u yang udah baca sampai request... n buat pembaca gelap (sorry gue katain gitu, soalnya kadang cuman baca tanpa ninggalin komen atau apalah gitu, haha..) mohon dukungannya dengan cara memberi komentar.
 kirim pesan ke @monalisandra_gr
Atau Facebook Sandra Tempoles