Hobbi Angel baru-baru ini. menanam beberapa jenis tanaman air ... dia
kelihatan benar-benar penasaran . dan hari ini dia bertanya kepada saya.
" how fast its grow and how fast its die? " .. dan saya bilang " so
fast its grow and so fast its die "
saya fikir. Ini adalah awal bagi saya untuk berada di jalan ini, bagian ini, dan ruang ini. Semua cerita tentang pertemuan pertama, tentang mengenali, dan kemudian memahami... menulis.
Jumat, 24 Oktober 2014
Minggu, 12 Oktober 2014
Prolog
Prolog
Perjalan. Aku anggap ini tahap baru
lagi, satu tingkat lebih lagi, menapaki satu anak tangga lagi, dan yang tak
pernah terlewat... adaptasi lagi. Satu hal yang paling sering mengunjungi,
datang, dan hadir tanpa ditahu apa, mengapa, dan bagaimana.
Pertama kalinya, aku merasakan bangga
yang menyelumuti semua kerja kerasku, membuka lebar jalan berkerikil yang
terpaksa aku lalui untuk sampai disini. Tidak seperti mereka, usahaku bahkan
melewati tafsir-tafsiran serta duga-dugaan yang awalnya aku pegang. Perjalan
ini berjalan lagi, menapaki lagi, berputar perlahan. Pelan namun pasti.
“ Gini lho!... masa orientasi itu bukan
neraka, tapi ladang berkah buat orang-orang berkadar intervert kaya kita-kita
ini”.
Aku mengerut, memalingkan lamunanku
dari tumpukan kertas warna yang sedari tadi kami kutati. Memandang kedua
temanku yang untuk kesedikian detik ini beradu argumen, aku tidak tahu apa
tepatnya yang mereka perdebatkan, dan apa yang mereka inginkan dari itu.
“ Intervert? Intervert?.. Oouuh!, yang
ada di buku “Who Am I?” itu ya?”.
“ Aduh ngak usah diperjelas bisa kali!”.
“ Hah? Perjelas? Emang tadi gue
memperjelas ya?”.
Dalam diam aku mengulum senyum,
terpaku. Dua bayangan nyata yang tadi aku lihat bertransformasi menjadi kabut.
Dua senyum khas itu serta merta ikut pergi, membuatku menyadari aku disini
sendiri, mempersiapakan segalanya sendirian. Dua bayang tadi hanya ilusi atau
mungkin lebih tepatnya imajinasi.
“ Banyak orang yang ngak bisa dewasa
karena dia takut sendiri, padahal salah satu syarat mutlak dewasa itu ya
mandiri, semuanya dilakukan secara sendiri...” .
Tiba-tiba dari balik pintu sosok Ibuku
muncul, menutup sebagian pintu kecil itu. Aku mengerut lagi, mencoba mengerti
maksud yang ingin ibuku sampaikan.
“ Tau ngak?.. sebenernya kita itu ngak
sendiri lho, kita punya dua penjaga mutlak yang Tuhan berikan”.
Aku mulai mengerti arah pembicaraan
ini, kembali lagi pada masa SD-ku dulu ketika ibu gemar sekali menceritakan
masa kecilnya beserta dongeng wajib yang selalu ia banggakan, kisah-kisah para
malaikat, yang aku tahu aku juga ikut arusnya, aku juga menyukainya.
Ibuku membelai kepalaku pelan “
otak...” .tangannya beralih ke bawah “... dan hati”. Aku termanggu, ternyata
dugaan awalku tentang kebiasaan masa SD-ku itu salah telak. Aku tergelak,
semakin intens memandangi Ibuku.
“ Kamu pahamkan maksud ibu”.
Aku menggeleng. Ibuku tersenyum lembut
“ Ibu tidak bisa mengatakan bagaimana, tetapi suatu saat nanti kamu akan
merasakannya, ketika dua penjagamu benar-benar menjagamu. Otakmu akan membawamu
menuju ketempat yang kamu inginkan dan hatimu akan memandumu kepada hal yang
benar.”.
Aku tersenyum gamang. Aku tidak tau apa
dan bagaimana, seakan ada cctv yang selalu merekamku, disetiap gerakku, dan
aktivitasku. Dan monitor besar itu seakan-akan tersembunyi didalam mata Ibuku.
Aku menatap Ibuku lagi, mungkin ini yang sering kali mereka katakan, bahwa
terkadang tidak ada hal yang tidak dapat kamu sembunyikan, semuanya seakan
hanya terbias kaca bening, transparan. Dan aku yakin, Ibuku tahu pasti
pergolakan yang saat ini aku alami.
“ Aku cuman malas beradatasi lagi, aku
sudah nyaman dengan situasi sekarang”.
“ Kenapa begitu?”.
“ Aku tidak mau pura-pura jadi orang
lain ketika bersama mereka nanti, aku tidak ingin membaur dan menyamakan diri
dengan mereka,...”.
“ Kalau begitu jangan...”.
“ Dan itu akan membuatku nyaris tidak
akan berbicara pada siapapun nantinya”.
“ Maksudmu?”. Kini ganti kening ibuku
yang berkerut.
“ Ibukan tahu. Aku ini tertutup dan
seperti biasanya saja, orang-orang seperti aku ini akan dianggap angin lalu.
Apa enaknya berteman dengan si pendiam. Tidak seru, kurang rame, kaya ngomong
sama patung” Aku rasa, nada suaraku mulai meninggi dan bergumul dengan
dumelan-dumelan kecil dari bibirku.
Ibuku tersenyum “ Apa kamu mau terus
seperti ini setiap memasuki awal baru?. Apa kamu akan terus seperti ini?”.
“ Ya enggaklah bu, tapi aku memang
sulit berbaur”.
“ Yasudahlah, itu bukan hal buruk, kok.
Jadi diri sendiri itu lebih nyaman, lho...”.
Aku meretas maksud yang ingin ibuku
sampaikan, makna yang tersembunyikan. Nasehat ini memang terdengar standar,
jadilah dirimu sendiri, dimanapun, kapanpu, dan dengan siapapun.
Pergolakan batin yang aku alami ketika
awal-awal masa kampus. Sensitifitas berlebihan yang aku rasakan. Dugaan konyol
yang aku jadikan panduan, tanpa tahu arahku sudah berpaling 180 derajat jauhnya
dari tujuanku, dari mauku. Saat ini, aku membuktikan apapun itu pasti akan
meliki tempat. Pendiam dan ceria selalu punya jalan untuk saling menemukan.
Sabtu, 11 Oktober 2014
Remember When I
REMEMBER WHEN 1 (Housemates8th
“
Cha, kamu harus milih.. mama atau papah?”
......
..................
Hanya ada dua hal yang mampu
membuat seseorang merasa berada dititik paling rendah, atau merasa seakan-akan
memilki masalah yang paling berat sepanjang hidupnya. Dua hal itu adalah Kehilangan dan Penolakkan.
Dan ketika dua hal itu datang
dalam waktu yang bersamaan, akan ada fase dimana seseorang terus mengumpulkan
memorinya, mencari sesuatu yang ia pikir hilang, terus dan terus memutar semua
memorinya, hingga akhirnya ia sampai pada kejenuhan, kejenuhan tentang semua
gambaran yang ada dimemorinya, karena ketika kehilangan dan penolakan datang
setiap memori yang muncul hanyalah disaat masa-masa sulit, masa-masa kesedihan,
dan masa-masa kecewa boleh dikatakan masa yang tidak menyenangkan. Dan ketika
seseorang itu tidak dapat menahan semua tekanan yang ada didalam pikirannya, ia
lelah, dan menginginkan semua itu hilang, dan ketika ia mengsugesti dirinya
untuk menghilangkan semua pikirannya, mungkin saja sebagian memori penting akan
hilang.
Mana ada wanita, atau lebih
umunnya saja manusia yang masih bisa menunggu selama belasan tahun, untuk hal
yang ia sendiri tak bisa pastikan, semua itu hanya terjadi di film-film bualan.
Tidak ada yang saling menguatkan satu sama lain jika tidak sedang berada dalam
sebuah ikatan, entah itu keluarga ataupun teman. Tidak ada yang bisa saling
mengisi dan tidak memperdulikan apa yang telah menjadi masa lalunya. Semua hal itu tidak ada, tapi tidak dengan
dunia Aruna.
Dunianya sudah terbentuk
seperti itu, walaupun ia bisa memilih bagaimana ia akan menjalaninya, tetap
saja hasilnya akan sama. Tetap seperti ini... .
17 tahun lebih tak
menghilangkan semua memorinya tentang tempat ini. Tempat dimana ia menyiapkan
sejuta mimpi, membayangkannya setiap hari, dan pada akhirnya menyimpannya.
Telah tapak tak membuatnya
berhenti menyusuri setiap sudut, seraya bernostalgia tentang hal-hal yang
terjadi di masa lalu. Ditempat ini semuanya dimulai, dan ditempat ini pula
semua diakhiri.
Pernah punya moment yang
paling menyedihkan sepanjang hidup? Jadi ketika kamu kembali bertemu dengan
moment itu, kamu akan merasakan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang setiap kali
ingin diucapkan diawali dengan kata “seandainya”.
“ Hoi, Aruna!!”
Aruna terperanjat, menerawang
seseorang yang berjarak sekitar lima meter darinya. “ Reina?”.
Orang itu tersenyum tipis dan
berlari menghampirinya, Aruna terdiam masih nampak raut keterkejutan diwajahnya.
Dan ternyata benar, kamu akan
teringat semua kejadian itu jika satu bagiannya saja kamu ingat. Dan juga,
banyak hal yang ingin kamu lupakan akan sia-sia jika salah satu pemicu untuk
mengingat hadir dihadapanmu.
.....
“ Tempat ini ngak banyak
berubah, kan?”
Aruna menoleh, kemudian
mengedarkan pandangan, menyapu setiap hal yang bisa ia lihat. kemudian Ia
mengangguk “ Iya..” ujarnya singkat.
“ Sudah sekian tahun... kapan
lo balik kesini?”
“ sekitar setahun yang lalu,
tapi gue masih bolak-balik Aussie...”
“ Dan lo baru kesini!!, ya
ampun Run, lo ngak kangen ya sama gue”
“ Seandainya gue tau lo ada
disini, mungkin dua hari setelah tiba langsung gue samperin...”
“ Ck, bisa aja ngeles, dari
dulu lo itu emang paling pinter ngeles!”
“ Haha.. kalo ngak pinter
ngeles, ngak mungkin lo jadi temen gue”
“ CK.. huu!!”
“ Ehh, Run, sekarang lo
tinggal dimana?, ya maksud gue selain rumah orang tua lo...”
“ Kenapa? Mau mampir lu,
jangan ngajak pasukan ya...”
“ Hehe, gue bawa entar
se-alumni”
“ Yee.., ngak gue kasih tau
ahh”
“ Ya elah Cun... udah tua
masih aja pelit lo”
“ hahahaa.. enak aja tua,
sekarang gue tinggal di apartemen, ngak mungkin bisa nampung anak-anak
se-alumni dong!, kalau lo, sekarang dimana?”
“ Masih yang dulu, rumah
nyokap-bokap. Mereka hijrah ke Jogja, 10 tahunan yang lalu.. jadi gue deh yang
nempatin”
“ Oohh, i see. By the way,
tentang pasukan Iren sama Rea gimana?”
“ Iren hijrah ke singapur
sama suaminya lima tahun yang lalu terus dia ada bikin butik gitu disana, kalau
Rea sekarang dia jadi Jaksa di Jakarta Selatan...”
“ Ohh, waah ngak nyangka gue,
kalian semua bakal ada gunanya...”
“ Enak aja lo!. Nah elu
sendiri, sekarang gimana?”
“ Hehe, gue masih nyusun
proyek...”
“ Halah... udah tahun berapa
nih, masih nyusun aja...”
“ Yaah, lo kan tau, gue agak
telat, jadi ya mohon dimaklumi...”
“ Emmh!, Oh iya gimana anak lo?”
Seketika raut wajah Aruna
berubah, Reina menyadarinya dan ikut terdiam “ Gue tau, lo kembali buat anak
itu, kan?”
“ Lo udah ketemu Aress?
“ Iya.. dia orang pertama
yang gue temui..”
“ Haahh... Aress emang paling
bisa... ckckckc bahkan seorang sahabat jadi ngak bermakna kalo dibandingin sama
Aress”
Aruna terkekeh, suasana hatinya
sebenarnya sedang tidak mendukung, namun berkat candaan yang sebenarnya tidak
sama sekali lucu bahkan lebih pastas dikatakan kejam.
“ Yee.. ketawa!, terus gimana
udah ketemu sama Acha?”
Aruna menyernyit “ Lu tahu nama
anak gue?... dahsyat! Segitu perhatiannya”
“ Ya iyalah gue tau, Aress
yang ngasih tau.. setelah lo pergi dia nyamperin gue, katanya dia nyesel udah
ngelepasin lo pergi, dia mau nyari elo. Tapi bokap sama nyokap lo ngak ngasih
tau dimana keberadaan lo...”
“ dan terakhir gue denger dia
nikah..., lo tahu itu?”
“ Iya.. gue tahu” Aruna mengangguk mantap, meyakinkan
dirinya sendiri bahwa ia sebaik saat pertama kali tahu Aress telah menikah. “
Dan gue juga tahu bahwa isterinya meninggal... “
“ Kayanya lo tau semua... gue
ngak usah cerita lagi deh.. “
“ Gue cuman berusaha cari
tahu apa yang gue pengen tahu..”
“ Kenapa gue marah ya saat lo
bilang gitu?”
Aruna menatap Reina, suasana
hati yang tidak nyaman membuatnya mengungkapkan semua hal yang selama ini hanya
ia simpan. “ Emm, Sorry. Gue ngak bisa dateng ke pesta pernikahan lo.. gue,
waktu itu...” tak bisa meneruskannya lagi.
“ Lo pikir gue marah karena
itu?. Run, lu udah cukup dewasa untuk tahu gimana perasaan lo sendiri kan,
mungkin selama ini lo selalu dipaksa untuk memahami hal lain, tanpa memahami
gimana perasaan lo sendiri. Tapi lo ngak bisa disana selamanya, waktu itu udah
pergi.. lo adalah lo yang sekarang.”
Air itu tiba-tiba menetes,
mengalir di permukaan pipinya, tanpa terasa. “ I tried...”. Hembusan nafasnya
terdengar sangat berat.
“Emmh, mungkin lo udah tahu
ini juga,.. lo tahu alasan kenapa Aress nikah?”
“ Karena Aress cinta sama
cewek itu, apa lagi?”
“ Karena dia butuh figur ibu
buat anaknya, just it... . Lo pasti mikir, gue tau dari mana, atau mungkin itu
cuman karangan gue aja, tapi enggak Run, gue bisa pastikan ini. Malam sebelum
dia nikah, dia dateng ke rumah gue sambil bawa Acha digendongannya,....”
Aruna tersentak, air matanya
mengalir semakin deras, entah kenapa mendengar Aress menggendong Acha
membuatnya semakin merasa bersalah, ibu macam apa dirinya ini.
“ Dia masih nyariin lo,
katanya kalau suatu hari nanti lo nelpon, dia mau titip pesan kalau Acha
baik-baik aja dan lo harus kejar semua mimpi lo... lima tahun, Run. Lima tahun
setelah kepergian lo, dan Aress masih nyariin lo, bahkan dimalam dimana ia mau
nikah... .”
Tangis Aruna semakin pecah,
kenapa pertemuan pertama dengan sahabat lamanya ini membuat bekas luka itu
terasa sakit lagi. Dan perasaan bersalah kembali merasukinya.
“ Run, dengerin gue... gue
ngak mau lo nunda-nunda lagi. Kalau lo ngak mau ngelepasin dia, jangan
dilepasin!, dan gue rasa Aress masih nungguin lo..”
“ Gue terlambat Rei...
terlambat!”
..........................
Lantunan lagu berdentum
mengisi kamar Acha, buku pelajaran berserakan entah kemana. Hari ini, ceritanya
Zeva, Ritha, dan Vella akan menginap untuk kerja kelompok bersama di rumahnya.
Tapi, nyatanya, mereka berempat hanya terduduk diam di depan jendela Acha,
sambil memandangi bintang-bintang.
“ Bagus yaa?”
“ Iya.., Cha, nyokap lo
kemana?”
“ Minggu ini gantian papah
yang dirumah...”
“ Yaahh, padahal gue sukanya
nyokap lo yang dirumah...”
Acha menatap Zeva bingung “
Kenapa?”, Zeva gantian menatapnya sambil nyengir tiga jari. “ Huu! Dasar lu. Lu
suka nyokap gue karena kalau kalian dateng dia suka bikinin stroberi cheese
cake kan!, dasar ngak modal, sukanya yang gratisan”
“ Lhaa, siapa sih cha yang
ngak suka sama barang gratis...”
“ Hahaa.. Pinter lo yee!”
“ Iya dong..-
“ Cha, lu ngak pusing, liat
bokap-nyokap lu bolak balik gitu?” Kali ini Vella yang duduk disebelah
kirinya ikut bersuara.
“ Ya gimana, itu udah jadi
keputusan mereka.”
“ Lu ngak pernah protes atau
apa gitu, atau kenapa ngak lo suruh kawin lagi aja, Cha?” imbuh Zeva.
“ Sedeng lu yaa!.. lu ngak
tau sih gimana masa lalu nyokap-bokap gue. Gue ngak bisa maksain gimana mereka
semau gue, karena dulu kehadiran gue udah cukup sulit buat mereka, saat
menyadari itu... gue ngak bisa maksa-maksa apapun ke mereka”
“ Tapi kan mereka sekarang
kaya gini juga alasannya kan karena elo, kalau menurut gue nyokap-bokap lo
sebenarnya masih pengen sama-sama, tapi.. emm maaf ya Cha.. mereka terbentur
ingatan masa lalu”
Acha menoyor jidat Zeva “ Sok
tahu lo!... tapi mungkin lu bener juga sih. Gue khawatir sama nyokap, setiap
liat nyokap gue selalu kepikiran dulu saat dia seumuran gue dia udah nanggung
beban yang berat banget... ngak terkecuali bokap, mereka selalu disalahkan
karena punya gue, seakan-akan gue wabah penyakit yang mereka tularkan...”
“ Acha! lo apaan sih?! Jangan
ngomong gitu deh”
“ Ya lo pikir aja deh Ze,
nyokap-bokap gue waktu itu masih 17 tahun... “
“ Oleh karena itu, mulai
sekarang lo harus mengubah pemikiran lo, ingat pengorbanan mereka buat lo,
ingat ketika betapa sulitnya nyokap lo mempertahankan lo... betapa bahagianya
mereka ketika elo ada, mereka butuh lo dan lo harus bangga sama keputusan
mereka saat itu!..”
“ Itu makanya, karena semua
pengorbanan mereka, sekarang gua ngak mau mempersulit mereka dengan
tindakan-tindakan childish, like nyuruh mereka married”
“ Menurut gue, mereka masih
ada rasa.. masa lo ngak bisa ngerasain sih, Cha?... dan justru sekarang ini
dimana peranan lo bisa besar banget.”
“ Lo ngomong apaan sih Ze?,
ngawur!”
Tring~
Handphone Acha berbunyi
sepintas, ada pesan yang baru saja masuk. “ Hoh?” Acha bingung ketika membaca
nama kontak yang mengiriminya pesan.
“
Cha, jalan yu?”
Baru saja Acha akan membalas
pesan itu, pesan lainnya muncul, dan ketika Acha membaca pengirimnya “ HAH?!”
ia terkejut setengah mati.
“
MANA LU?!! Gue udah DUA JAM nunggu nih!!”
“ Astaga iya gue lupa!!,
guekan janji mau nganterin proposal pensi ke rumahnya si gondrong... aduh
mati!!, kalian tunggu sini dulu ya, gue mau ke rumah Ray dulu”
“ Ngak perlu kita temenin
nih, Cha?” sahut Zeva
“ Ngak usah, rumahnya deket!”
Acha memasang cardigan kemudian ngebut kerumah Ray.
Zeva, Ritha, dan Vella yang ikut
membaca pesan pribadi Acha itu, menatap kepergiannya bersamaan. “ Bener aja dia
ngak mau ngurusin masalah percintaan emak bapaknya, percintaan dia sendiri aja
udah runyem gitu” ujar Zeva disertai anggukan Vella dan Ritha.
“ Gue baru tau, rumah Ray
deket sini” sambung Ritha.
............
Bila
kita harus berpisah, sudah
Biarkan
semua ini berakhir, sudah
Cinta
memang tak harus miliki.
“ Hey, udah lama?”
“ Lumayan sih...”
“ Gimana??”
“ Gue masih bingung, gimana
ngejelasinnya...”
“ Bingung apa lagi sih?, kan
tinggal ngomong. Gue yakin dia ngerti”
“ Lu maukan bantuin gue
jelasih ke dia tentang pertunangan ini...”
“ Pasti lah. Gue pasti
bantuin lo...”
“ Thanks yaa...”
“ Iya, emm.. ada lagi? Sorry
banget hari ini gue ada kelas, mahasiswa gue bakal protes kalau gue telat
lagi...”
“ Ohh, enggak kok... ya udah
lo pergi aja, sorry ya ganggu...”
“ Iya... sorry ya, bye..”
Ketika tubuh itu berbalik,
dan hanya menampakkan punggu yang tergesa-gesa, bersamaan dengannya air mata
wanita itu tumpah, mengairi permukaan pipinya. Ia peluk erat dokumen-dokumen
ditangannya. Seakan mencoba menyalurkan segala rasa yang saat ini ia rasakan.
Sorry, Ress... gue ngak bisa pura-pura tegar untuk sesuatu yang menyakitkan... mungkin
gue butuh waktu..., dan selamat untuk pertunangan lo... .
.............................
“ Cha, nanti yang jemput papah
ya, mama hari ini ada kelas... .”
“ Oh, iyaa..”
“ Byee... .”
“ Byee..., huwaaa!!”
Acha menjerit ketika
mendapati Reno sudah berdiri tepat di hadapannya dengan tatapan yang tertuju
pada mobil yang tadi mengantarnya.
“ Ngagetin aja sih lo!!, ngak
ada kerjaan banget!”
“ Itu siapa, Cha?”
“ Siapa??” Acha mengikuti
arah mata Reno.
“ Tadi cewek yang nganterin
lo.”
“ Oohh, nyokap gue..
kenapa??”
Reno yang tadinya masih
menatap mobil Acha, berpaling begitu cepat menghadap Acha “ Tadi? Cewek?.......
Nyokap Lo?!!” Reno tak percaya.
“ Iye! Itu nyokap gue, ibu
kandung, ibu biologis gue... kenapa emang?!”
“ Kok beda jauh cha sama
lo....”
“ Maksud lo?!!”
“ Eh, haha... itu, nyokap lo
cantik banget, gue kira tadi kakak lo”
“
Kakak mata lu bolor! Ngeselin banget sih ni anak, heran pagi-pagi udah ketemu
genggong sarap, nyebelin!”.
Batin Acha. “ Eh, lu ngapain ngikutin gue.. kelas lu kan disono!” tunjuk Acha
pada salah satu ruang kelas yang berlainan arah.
“ Oh iya.. hahaa”
“ Jangan bilang sekarang lu
ikutan naksir gue...”
“ Idih! Pede banget lu!... lu
bukan tipe gue cha, tipe gue itu kaya nyokap lo tadi.. lagian lu itu kan punya
temen gue, iya ngak?”
Reno merangkul Acha seraya
tersenyum manis, Acha ikut tersenyum manis seraya melepaskan rangkulan Reno,
dan entah kenapa justru melepaskan sebelah sepatunya, Reno mulai merasakan
aura buruk dari tingkah Acha, ia berlari dengan cepat ketika Acha mengangkat
sepatunya keudara dan melemparkannya pada Reno yang tengah berlari
menghindar.
Acha mendobrak mejanya,
ketika baru saja memasuki kelas, Zeva yang tengah asyik memoles kuku Ritha dengan
kutex, menatapnya bingung, kemudian mendelik ngeri.
“ Napa sih Cha?”
Acha tidak menjawab, ia
justru menengok kebelakang, berdiri, menghampiri seseorang yang sedang sibuk
membaca sesuatu.
“ Heh! Kasih tau tuh sama
genggong- genggong lo itu, jangan suka ngusilin gue!! Pagi-pagi udah bikin
perkara aja!”
“ Pagi-pagi udah ribut aja
lo..”
“ Apa?! Yang ngajak ribut
duluan itu genggong lo, dia gangguin gue mulu!”
“ Lha terus? Napa lu protes
sama gue? Dan juga, gue ngak kenal sama orang yang dari tadi lo panggil
genggong- genggong itu?”
“ Lo tu ya! Ngajak ribut
mulu”
“ Lu yang ngajak ribut
duluan, kenapa sih lu? PMS, ya?”
“ CK, Lo ngak bisa ngalah
dikit yaa, cowok apaan lo ngak bisa ngalah sama cewek!!...”
“ Kalo cewek model kaya lu,
siapa juga ngak mau ngalah. Udah deh daripada lu bawel, mending lu baca buku,
hari ini test matek aljabar, lu ngak suka kan sama pelajaran itu, jadi daripada
lu buang tenaga buat ngoceh, mending lu belajar..”
Acha mendelik kesal kearah
laki-laki yang sedari tadi berdebat dengannya ini, bahkan ketika berdebat
dengan Acha laki-laki ini tak sekali pun menatapnya, ia hanya terfokus pada
buku yang sedang ia baca.
Dan Acha sadar sejak saat itu, ia tak pernah lagi menatapnya,
bahkan berbicara hanya seperlunya
“ Achaaaa....”
Acha menoleh ketika mendengar
namanya dipanggil, Titan menyembul dari balik pintu kelas, dan menatapnya
dengan senyum yang merekah. Acha bergegas menuju ke arahnya dengan senyum yang
tak kalah.
“ Kamu....-
Hanya kata itu yang dapat Ray
tangkap dari dua orang itu, sebelum mereka pergi pastinya. Ada banyak
pertanyaan yang saat ini Ray pikirkan, misalnya saja apa yang mereka lakukan?,
atau mereka mau ngapain ya?, atau Ahh ngapain sih mereka?. pertanyaan yang
sebenarnya sama.
“ Bodo deh....”
................
“ Oh iya cha, tadi malem kamu
tidur cepet ya?”
“ Eng.. enggak, emang
kenapa?”
“ Itu sms aku kok ngak
dibales, aku pikir kamu udah tidur..”
Acha baru teringat, ia
mendapat pesan dari Titan tadi malam, sebelum ia pergi ke rumah Ray.. Aahhh! Kok bisa lupa!!”
“ Oh itu.. em, kan kamu tau
tadi malem aku kerja kelompok ama Zeva, Ritha and Vellaaa.. jadi aku ngak denger ada
sms masuk...”
“ Oohh.... ya udah deh”
Acha menggigit bibir
bawahnya, ia menunduk resah karena telah berbohong .. Sorry, Tan...” .
.................................
-Be continued
Thank u yang udah baca sampai
request... n buat pembaca gelap
(sorry gue katain gitu, soalnya kadang cuman baca tanpa ninggalin komen atau
apalah gitu, haha..) mohon dukungannya dengan cara memberi komentar.
kirim pesan ke @monalisandra_gr
Atau Facebook Sandra Tempoles
Langganan:
Postingan (Atom)